Thursday, August 25, 2016

Review: Biore UV Aqua Rich Watery Essence


Sejak join Female Daily, saya mendapatkan banyak informasi seputar makeup dan skincare. Nah, yang sukses bikin saya terpengaruh adalah memakai sunscreen.

Selama ini saya mengira wajah sudah terlindungi kandungan SPF dari day cream, BB cream, dan face powder. Ternyata saya keliru! Penggunaan suncreen tetap dibutuhkan bahkan sebaiknya digunakan sedini mungkin.

Waktu itu blogger favorit Alodita sempat review sunscreen dari Biore, yang menurut dia nyaman digunakan, tidak lengket. Saya sih belum kepikiran pakai sunscreen ketika itu.

Baca-baca di FD, semakin kepikiran buat segera memakai suncreen. Saya pun merasa beberapa dark spot di wajah dipicu oleh minimnya penggunaan sunscreen.

Sepekan sebelum saya traveling ke Hong Kong, saya order Biore UV Aqua Rich Watery Essence ini di Tokopedia melalui seller Mega Beauty Fashindo, yang menjual sunscreen ini dengan harga termurah se-Tokopedia. Saya akhirnya memilih merek ini berdasarkan review positif untuk wajah yang oily and acne prone.

Saya bersyukur membekali diri dengan sunscreen ini saat ke HK. Ketika itu, HK sedang panas-panasnya, rata-rata 33-35 derajat celcius. Berkat memakai sunscreen, wajah saya tidak belang maupun sunburnt. 

Belum lama ini saya menonton video mbak Affi "Skincare 101" yang bertema All About Sunscreens. Itu eye opener banget loh, informatif sekali bahasannya.


Ternyata, cara saya menggunakan sunscreen selama ini SALAH! Menurut mbak Affi, urutan penggunaan yang benar adalah di akhir tahap skincare sebelum makeup (BB cream sudah termasuk tahapan ber-makeup). Jadi, untuk saya berlaku tahapan: moisturizer (day cream)-sunscreen-BB cream-face powder.

Berikut summary-nya:

  • Biore UV yang saya gunakan termasuk kategori chemical sunscreen dengan ciri-ciri: cepat meresap dan tidak menimbulkan white cast. Adapun physical sunscreen: thick texture dan bikin white cast.
  • Cara pengunaan sunscreen: 15 menit sebelum terpapar sinar matahari, harus pakai seluruh permukaan kulit yang terkena matahari
  • Jangan irit-irit amat! Gunakan sunscreen dalam jumlah cukup banyak selama tidak greasy ya.
  • Rajin reapply sunscreen 2-3 jam sekali kalau aktivitas di luar ruangan.
  • Penggunaan foundie, BB cream, face powder ber-SPF belum cukup.
  • SPF sekitar 30-50 sudah cukup baik digunakan untuk wajah dan seluruh tubuh.

Pros:
+ Wangi jeruk yang nggak terlalu menyengat
+ Kemasan 50gr dalam tube dan cap yang ngga mudah bocor. Travel friendly!
+ Tekstur sunscreen agak cair dengan warna putih kusam.
+ Mengandung SPF50
+ Mudah nge-blend dengan day cream dan BB cream setelahnya.
+ Not greasy at all!
+ No whitecast!


Cons:
- Oleh karena cepat meresap, perlu agak banyak liquid untuk dibaurkan ke wajah
- Harganya agak pricey untuk produk sunscreen
- Kemasannya berbahasa Jepang T__T

Price:
Rp100 ribu ke atas

Where to buy:
Tokopedia, Bukalapak, Instagram sellers

Repurchase: 
Yes

Rating:
4 out of 5


Monday, August 22, 2016

#HKTrip: How to live like Hongkongers


Saya merangkum temuan selama traveling ke Hong Kong pada pertengahan Juli lalu. Saya akui, saya suka sekali Hong Kong karena ritmenya yang cepat, teratur, public transport friendly.

1. Hongkongers walk that fast, always in a rush
Suatu hari di Jumat pagi, stasiun MTR Central yang merupakan titik pertemuan beberapa jalur MTR penuh orang! Maklum, hari kerja dan jamnya orang berangkat kerja. Herannya, hampir semua berjalan seirama dan terpola. Sama-sama jalan cepat-cepat dan tidak saling salip. Saya sih emang suka jalannya agak cepat, nggak kalah kok dari Hongkongers, hehehe.

2. Mostly Hongkongers wear comfy sneakers
Oleh karena jalannya cepat dan serba buru-buru, kebanyakan orang yang saya temui di dalam MTR, jalanan, di manapun umumnya menggunakan alas kaki yang nyaman, yakni sneakers. Pengguna sneakers tidak mengenal usia bahkan oma-opa juga memakai sneakers. Jarang saya menjumpai perempuan yang mengenakan sandal, flat shoes atau high heels di jalanan.

3. They have good reading habit
Saya mencermati para Hongkongers ini hobi membaca di mana pun itu. Paling sering saya melihat mereka membaca saat di dalam MTR, baik duduk maupun berdiri. Yang dibaca bisa buku, majalah, atau koran.

4. Berdiri di sisi kanan eskalator (jika tidak buru-buru)
Maklum moda transportasi yang saya gunakan di Hong Kong adalah MTR sehingga saya mendapatkan banyak pengalaman baru dari sana. 

Saat naik eskalator, berdiri di sisi kanan jika sedang tidak buru-buru. Itu pun satu orang di sisi kanan. Sisi kiri eskalator menjadi ruang untuk yang sedang buru-buru. Berbeda jika sedang di mall, ngga ada aturan tak tertulis untuk berdiri di area manapun di eskalator.

5. Nggak ada saos sambal, sendok & garpu
Berkat rajin baca buku travel guide dan blog orang, saya prepare bawa saos sambal sachet karena katanya resto fast food di sana jarang menyediakan sambal. Benar saja, saya makan di McDonald's The Peak Galleria cuma dikasih saos tomat. Sarapan pagi di hotel, English breakfast dengan omelete, baked beans, dan chicken sausage, adanya malah tabasco sauce. Selalu ingat ya kalau melancong ke Hong Kong, bawa saos sambal sachet.

Saat saya makan di food court Citygate Outlets, Tung Cung, saya nggak menemukan sendok dan garpu sebagai alat makan. Sebagai gantinya cuma ada sendok sup (untuk makan miso soup) dan sumpit. Jadilah makan nasi yang dibalut omelete pake sumpit.

6. They speak English not that much
Well, saya sempat terkendala berbahasa Inggris dengan kasir 7-11 di North Point MTR Station. Akibatnya, antrian kasir panjang karena saya nggak nangkep kasir itu ngomong apa. Seorang pengunjung sampai berteriak dari antrian menyebut jumlah yang harus saya bayar. Tetapi, guide cewek dari Klook bernama Renee bisa berbahasa Inggris dengan fasih dan intonasi jelas.

7. A settled cashless society
Hail the Octopus Card! Kartu semacam e-money ini memudahkan segala transaksi, baik transportasi maupun jajan. Saya menggunakan Octopus Card untuk naik MTR, ferry, jajan di 7-11, dan toko kue. Top up juga mudah, bisa reload di 7-11 atau mesin yang ada sebelum masuk MTR station.

Saya membeli Octopus Card seri turis di Klook seharga Rp166 ribu dan berisi kredit HKD50. Saya tinggal membawa print out bukti pembelian dan menukarnya di counter A13, lokasinya tepat berada di depan exit A arrival gate Hong Kong International Airport.



Review: St. Ives Blemish Control Apricot Scrub


Telat banget kah baru menggunakan scrub hits ini? Saya sudah tahu scrub ini beberapa bulan lalu, sejak follow tante Maina @funjunkies karena dia hand carry produk ini untuk reseller. Maju-mundur mau beli karena harganya di atas Rp100 ribu. 

Iseng keluar-masuk drugstore di sekitar Ladies Market, Hong Kong, yakni Bonjour, saya ngga sengaja melihat scrub ini di salah satu rak. Pas saya cek harganya, hanya HKD30,7 alias Rp50 ribuan aja. Langsung saya beli satu karena ragu mau beli dua, takutnya malah ngga cocok.

Ternyata, sudah hampir sebulan menggunakan scrub ini 2-3 kali sepekan, wajah saya aman-aman aja. Biasanya kalau ngga cocok, wajah saya akan bruntusan. Saya akhirnya nitip beli sama teman yang lagi plesir ke HK, soalnya kalau beli di sini, berasa mahalnya!

Pros
+ Kemasan berupa tube dengan cap anti bocor
+ Hemat pemakaian karena hanya perlu little drop for the entire face
+ Tekstur scrub padat, dengan butiran buah apricot sehingga agak terasa kasar di wajah
+ Wangi apricot yang menyegarkan
+ Mengandung oil-fee salicylic acne medication, bahan exfoliants natural
+ Paraben free, sulfate free
+ Non-comedogenic, beneran mengurangi blackheads maupun whiteheads
+ Setelah scrubbing wajah, kulit terasa lembut dan kenyal. Apalagi setelah itu disemprot Avene TSW dan diaplikasikan Laneige Water Sleeping Mask. Pagi hari kulit terasa licin dan kinclong.


Cons
- Harganya agak pricey kalau dibeli di Indonesia
- Belum terbukti efektif menipiskan dark spot pada wajah
- Masih muncul jerawat (maklum acne prone)

Price
HKD30,7 untuk size 170gr atau dijual minimal Rp115 ribu di Indonesia

Where to buy:
Bonjour in Hong Kong, Instagram sellers, marketplace Tokopedia, Bukalapak, Lazada Indonesia

Repurchase:
Definitely yes!

Rating:
4 out of 5